In

Ocehan dini hari Tiara: sosok ideal pasangan, pendidikan, danpernikahan.


Dini hari ini, saya melihat postingan kata-kata ini di beranda facebook saya. Ada hal yang membuat saya tergelitik. Memang betul, kata-kata tersebut di atas 'perempuan banget' atau tepatnya 'perempuan modern banget'. Tapi di luar postingan yang 'perempuan modern banget' itu ada beberapa hal yang kemudian jadi sorotan alias analisis saya. 

1. Sosok ideal istri 
Kalau anda seorang pria, dan anda menuliskan kriteria istri seperti di atas...maka ijinkan saya mewakili banyak wanita untuk berkata bahwa anda terlalu standar dan terlalu kurang pemahaman mengenai pernikahan, fungsi dan kewajiban suami dan istri dalam sebuah pernikahan. 

Do you need a wife or a maid? 

Tidak saya pungkiri, di beberapa masyarakat Indonesia yang masih begitu tradisional fungsi istri masih dipandang seperti hal tersebut di atas. Dengan demikian, para pria yang dibesarkan secara tradisional ini pun kemudian berfikir bahwa seperti itulah sosok ideal seorang istri. 

Standar ideal setiap orang sangatlah subjektif. Bergantung pada latar belakang budaya, pendidikan, dan pengetahuan orang tersebut. 

But looking at the bright side, alias berbaik sangkanya... Karena kembali lagi bahwa standar ideal seseorang sangatlah subjektif, maka ketika seorang pria berkata ingin istri yang pandai memasak, maka bukan berarti pandai memasak masakan gourmet ala chef bintang 5.  Terkadang standar yang terlihat begitu ideal ketika terucap itu sebetulnya bermakna: dapat memasak masakan kesukaannya. Atau sesederhana: goreng telur tanpa gosong. Hihi. 

2. Wanita dan pendidikan 
Apa yang dicari oleh perempuan dalam pendidikan? Banyak hal tentunya. Dan dari begitu banyaknya tujuan yang ingin ia capai melalui pendidikannya, tidak ada satupun tujuannya untuk menyalahi kodratnya.

Umumnya seorang perempuan berkeinginan sekolah tinggi dengan alasan ekonomi. Agar bisa bekerja dan mandiri. Saya rasa hal ini juga berlaku untuk seorang pria. 

Kedua, alasan yang lebih idealis, karena ingin meraih ilmu sebanyak-banyaknya dan memperoleh aktualisasi diri. 

Kedua alasan di atas saya rasa adalah alasan yang paling umum yang dapat mewakili banyak individu. Lalu saya sendiri bagaimana? Well, I just simply love to learn. That's all. 

Lalu (lagi) apa sih kodrat wanita itu? Setahu saya sih cuma 2, melahirkan dan menyusui anak. Bukan memasak, ataupun beres-beres rumah. 

Pendidikan hadir untuk membuat seseorang menjadi lebih baik. Hanya karena seorang perempuan berpendidikan tinggi, bukan berarti dia tidak mau masak, ataupun tidak mau beres-beres rumah. Percaya deh, ketidak mampuan atau ketidak mauan seorang perempuan tidak ada hubungannya dengan tingkat pendidikannya. 

Some people just sucks at some thing. Accept that! Some woman just can't cook. While the other love to cook. And the other just hate to cook. It has nothing to do with education. But if a cook lover has some education, she'll be much better than a cook lover without an education. Coz that's what education does. 

Kalaupun ada perempuan berpendidikan yang dalam rumah tangganya tidak mau masak atau beres-beres rumah misalnya, saya rasa itu bukan karena pendidikannya. Tapi bisa karena dia memang tidak suka atau tidak bisa, atau karena sudah terlalu lelah dengan pekerjaan lain.

Setiap orang tua tidak ada yang ingin anaknya menderita. Tentunya itu salah satu alasan orang tua menyekolahkan anak perempuannya setinggi-tingginya. Saya sendiri mungkin bisa dikatakan memiliki pendidikan yang cukup tinggi. Dan saya bersyukur memiliki orang tua yang menyekolahkan saya sedemikian tingginya. Lalu apa tujuan orang tua saya menyekolahkan saya setinggi itu? Sederhana saja, karena ibu saya melihat potensi saya saat itu. 


3. Perempuan terbaik adalah perempuan yang mau diajak susah?
Ow, really? Kalau ada pria yang berkata seperti itu, maka dia tidak mengenal wanita. Seorang wanita, kalau dia sudah jatuh cinta pada anda wahai pria, maka ia akan rela menderita demi anda! Tapi pertanyaan saya adalah: apakah anda tega membuat wanita yang mencintai anda dan anda cintai itu menderita?

Loh, kok tiba-tiba bahasa saya jadi seperti Mario Teguh ya? Hihi. Tapi memang seperti itulah wanita. Dia rela menderita demi yang ia cintai. Dia mungkin rela makan nasi hanya dengan rendang sehari tiga kali saja demi bersama pria yang dia cintai, tapi dia mungkin akan mulai lebih menuntut lebih ketika menemukan cinta yang lebih (baca: ketika sudah memiliki anak). 



Ketika saya membaca postingan gambar tersebut di atas, saya merasa semua yang tercantum di atas begitu duniawi dan jauh dari hakikat pernikahan itu sendiri. Apakah pernikahan sesederhana istri memasak di rumah dan suami mencari nafkah? Apakah seorang istri yang baik adalah istri yang rela hidup susah (kemudian rela dipoligami saat si suami sudah berhasil? #eh #ups) ? 

Karena saya orang Indonesia, dan Indonesia adalah negara beragama (catat yah...beragama... Bukan negara agama) maka setiap pernikahan tidak hanya tercatat di catatan sipil saja seperti di Jepang. Dengan kata lain, pernikahan tidak hanya untuk hal duniawi. Namun ia berkaitan dengan agama. Sesuai agama yang saya percayai, pernikahan adalah salah satu sarana menuju surga karena ia adalah salah satu bentuk ibadah. 

Maka sebetulnya inti dari ocehan saya yang begitu panjang ini adalah sederhana...let's just reflect, kembali berkaca, mengenai hakikat pernikahan dan tujuan pernikahan. Karena sosok ideal pasangan yang diinginkan umumnya mencerminkan pemahaman kita mengenai sebuah pernikahan itu sendiri. 



*efek samping baca quote macam di atas setelah nonton sex and the city 2* 

Related Articles

0 komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post

Alam

Saya adalah seorang petualang. Dengan tubuh dan kaki yang kecil ini selalu mencoba menjelajahi setiap pelosok dunia.  Keindahan a...