In Daily life Japan Jepang Seikatsu

Macet di Jepang

Ternyata...di manapun, yang namanya macet itu...ga enak! Hehehe. Setelah lebih dari sebulan tinggal di Jepang, baru kali ini saya mengalami macet. Rasanya ga enak dan membosankan banget! Hehehe. Manja ya. Lupa kalo di Indonesia Jakarta - Bandung kalau udah macet bisa sampe 5 jam. Ini baru 2,5 jam. Di perjalanan lancar juga belum sampe Jakarta kalau dari Bandung mah.
Sebetulnya kalau di Jakarta kondisi seperti ini belum termasuk kategori macet sih. Masih terhitung padat merayap atau ramai lancar. Tapi selama di Jepang, selain saat lampu merah, ini adalah berenti paling sering dalam sebuah perjalanan.

Read More

Share Tweet Pin It +1

0 Comments

In Baju bekas Barang bekas Daily life Hp bekas Japan Jepang Seikatsu

Thrift shop in Japan

Karena keterbatasan kuota bagasi, kemarin saya cuma bawa 2 sepatu. 1 sepatu gunung, 1 sendal gunung, dan boots (dipakai pas pergi). Tas juga cuma bawa 1 day pack dan 1 tas cangklong yang cukup besar. Sebagai perempuan, insting matching-in penampilan kan berjalan secara alamiah. Walhasil saya merasa perlu beli sepatu dan tas feminin. Gini nih perempuan dengan penampilan dualisme seperti saya. Wardrobenya repooot. Hehehe.

Walau saya ke Jepang dengan membawa cukup bekal, tapi kan tetap harus irit. Apalagi sampai saat ini saya belum mendapatkan baito. Jadilah thrift shop sebagai solusinya. Diantar orang tua Rosi, jalanlah kami ke beberapa thrift shop.

Nah, kata siapa di Jepang ga ada toko barang bekas? Ada banget! Malahan barangnya lebih berkualitas! Banyak barang branded dijual dengan harga super duper murah (contohnya sweater zara seharga 250 ¥).

Kami pergi ke 2 toko barang bekas. Kings family dan hard off. Kings family isinya full wardrobe. Sedangkan di hard off juga terdapat piring, mainan, hp, kamera, sampai perkakas elektronik lainnya. Di sini juga banyak shawl dan pasmina. Jadi yang berhijab ga perlu khawatir juga kekuraangan outfit.

Di kings family baju dan sepatunya lebih murah dari hard off. Tapi di hard off pilihannya lebih banyak. Jenis barangnya juga lebih beragam.

Sebenernya saya jadi inget gede bage kalau gini. Tapi di gede bage sih ga terseleksi kan barangnya. Jadi walau jauh lebih murah tapi bener-bener butuh effort buat milih barangnya (dan juga nawar sama pedagangnya). Sebagai cimol-ers sejak jaman kuliah di Bandung dulu, saya ga malu sih belanja dan pake barang bekas. Kalau bisa dapet barang berkualitas, bagus dan murah, kenapa ngga? Hehehe.

Berbeda dengan gede bage di Bandung yang berbentuk lapak-lapak dan bisa tawar menawar harga, kings family dan hard off bentuknya seperti mini market. Mungkin tepatnya seperti babe ya kalau di bandung. Jadi semua barang terdisplay dan ada tag harganya. Kalau di kings family, harga bervariasi. Sedangkan di hard off seperti punya level harga, 500 ¥, 800¥, 1300¥ dst

Cuma sekali datang ke kedua toko itu dengan waktu terbatas rasanya sangat kurang. Saya pengen ke sana lagi untuk liat-liat. Hehehe. Next juga saya pengen ke book off. Book off ini khusus buku second.

Toko-toko barang bekas ini betul-betul jadi solusi bagi ryuugakusei dengan dana terbatas. Jadi kalau ke Jepang ga perlu deh bawa baju banyak-banyak. Cukup bawa 3 lembar aja dulu. Nanti beli di sini selembarnya bisa dapet Rp. 30.000 itupun model dan kualitasnya udah oke. 


Greetings from Japan

Read More

Share Tweet Pin It +1

2 Comments

In arubaito baito baito di jepang Daily life Jepang Seikatsu

Akhirnya menemukan pekerjaan part time alias baito

Setelah menjalani hidup sebulan pertama dengan penuh kebosanan, saya memutuskan mengambil pekerjaan part time, atau yang di sini umum disebut arubaito alias baito. Baito dimana, Tiara? Baito di laundry! Hahaha. Tapi jangan ngebayangin laundry kecil-kecil macam laundry kiloan ya... laundry ini bangunannya aja luasnya naudzubillah. Luaaas banget. Kenapa harus seluas itu? Karena laundry ini menerima cucian dari rumah sakit dan pabrik makanan.

Awalnya saya liat pengumuman lowongan baito ini. Bayarannya sebenarnya terhitung rendah untuk ukuran baito di Jepang. Tapi karena saya bosan setengah mampus, saya putuskan apply. Ternyata pihak laundrynya pun ga masalah dengan kerudung saya. Jadilah saya kerja di situ.

Pagi sampai jam 12.30 saya sekolah. Baito mulai dari jam 14.00 sampai 18.10. Setiap hari yang saya kerjakan tidak selalu sama, alias tergantung di bagian apa saya sedang dibutuhkan. Kebetulan karena saya bisa baca tulis dan juga paham bahasa Jepang, saya sering diberi tugas yang lebih menggunakan otak. Hehehe.

Oke, sebelum ngalor ngidul cerita soal apa yang saya kerjakan, saya ceritakan sedikit proses pengerjaan order di laundry ini ya. Oh iya...di laundry ini bagian pakaian, sprei, dan handuk dipisah. Saya kebetulan ditempatkan di bagian pakaian, jadi saya kurang tau proses di bagian handuk dan sprei. Untuk bagian pakaian, pertama-tama.. barang diterima dalam karung. Di setiap helai terdapat barcode laundry. Setiap barang yang diterima harus discan. Pake scanner macam di kasir supermarket gitu loh. Tapi yang portable. Setelah discan, masuk ke bagian pemeriksaan. Di bagian pemeriksaan, setiap saku diperiksa, jangan sampai ada benda yang tercuci. Kenapa? Karena orang Jepang itu kan tanda tangannya pake cap yang disebut hanko yah... jadi mereka sering bawa hanko itu di saku. Nah kalau ikut tercuci...bisa bleber-bleber kan tintanya. Rusak semua baju. Selain diperiksa, juga dipisah antara baju putih, warna gelap, dan warna lembut. Setelah dipisah, terus dicuci pake mesin yang lebih besar dari mobil. Setelah selesai dicuci, dipasangkan gantungan baju. Selanjutnya, baju dan celana yang sudah terpasang gantungan baju dimasukkan ke mesin pengering. Mesin ini semacam lorong sepanjang 5 meter dengan hembusan angin panas 140 derajat (fahrenheit sepertinya). Dari situ... pakaian dipisah berdasar kode, nama rumah sakit, kadang juga berdasar size, dan juga diperiksa dan kadang discan kembali sebagai barang yang telah selesai. Repot nih bagian misah-misahin gini. Setelah dipisah-pisah, ada pakaian yang dilipat, ada yang dibiarkan di gantungan baju tapi kemudian dipak dengan plastik vinyl, ada juga yang harus di-set pernama orang kemudian dipak.
Fiuh...akhirnya selesai juga menjelaskan proses pengerjaan laundry yah. Hehehe. Terkadang kalau dijabarkan seperti di atas, rasanya sederhana ya. Memang sebetulnya sederhana dan ga begitu sulit (makanya gajinya rendah), tapi kalau bajunya ratusan lembar..ya ga sederhana juga sih kan yah. Hehehe. Dalam waktu 1 jam saya bisa melipat sampai 200 helai baju. Itu..terhitung lambat karena saya masih newbie..hehe.

Menggantung baju ada caranya sendiri, menggantung celana juga, belum lagi cara melipat. Semuanya berbeda dengan di Indonesia. Nah saya bisa dibilang pernah melakukan semua proses di atas. Tapi paling sering sih disuruh misah-misahin baju berdasar nama rumah sakit, menyusun berdasar tipe, memeriksa sesuai data yang diterima, kemudian mengepak satu persatu pakaian tersebut dengan plastik vinyl.

Setiap hari kerja saya bekerja 4 jam, karena pelajar asing dibatasi hanya boleh bekerja sebanyak 28 jam perminggunya. 

Read More

Share Tweet Pin It +1

1 Comments

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.

Featured Post

Alam

Saya adalah seorang petualang. Dengan tubuh dan kaki yang kecil ini selalu mencoba menjelajahi setiap pelosok dunia.  Keindahan a...