Saya jadi sadar sesuatu, memang bagi orang Indonesia secara umum, ke luar negri itu kesannya wah. Kesannya sesuatu yang hebat. Saya jadi ingat kata-kata temen saya yang orang vietnam waktu saya tanya kenapa dia ga pulang pas liburan, dia bilang 'tiket pesawat emang mahal, tapi lebih mahal lagi oleh-olehnya, soalnya semua orang pasti minta oleh-oleh deh..mereka pikir kita seneng-seneng di sini, ga tau kalau kita juga kerja keras di sini'. Saya juga inget kata-kata temen orang Indonesia saya yang socmed freak 'posting yang bagus-bagus aja, biar mereka pikir kita sejahtera di sini, ga perlu mereka tau kita tiap hari harus naek sepeda 1 jam buat cuci piring di restoran'. Kedua pernyataan di atas agak saling bertentangan ya. Tapi keduanya punya satu garis merah yang sama. Pencitraan. Pengimajian, atau apapunlah itu namanya.
Pada kenyataannya, memang kami di sini banting tulang. Pelajar asing di negeri ini kebanyakan mengerjakan pekerjaan kasar. Apalagi di kota kecil macam kota yang saya tinggali ini. Lowongan pekerjaan gak sebanyak di kota besar. Jadi bisa dibilang kami ga punya banyak pilihan untuk bertahan hidup. Seorang teman berkebangsaan Thailand yang lulusan sarjana dan pernah jadi penerjemah bahasa Jepang di negaranya aja di sini kerja di laundry ngangkat-ngangkatin baju kotor dan di kebun persik metikin buah persik.
Saya sendiri kerja part time sepulang sekolah di laundry yang pernah saya ceritakan di salah satu postingan. Sekarang mulai masuk bulan ke-3 saya kerja di situ. Gajinya sangaaat kecil, pekerjaannya gampang tapi banyak, tapi orang-orangnya sangat baik. Teman saya pernah cerita di pekerjaannya dulu dia sering dimarahi dan dibilang 'baka', tapi di tempat kerja saya, ga pernah sekalipun saya dengar kata 'baka' keluar dari mulut senpai. Saya pernah beberapa kali melakukan kesalahan, mereka lalu menegur dengan cara menunjukkan cara yang seharusnya sambil bilang 'kalau ga ngerti, nanya ya, ga usah malu-malu, semua juga awalnya ga bisa dan ga secepet sekarang kok kerjanya'.
Kalau ditanya, apa pernah saya membayangkan saya kerja jadi buruh macam ini? Jawabnya ngga. Seumur-umur saya kerja jadi guru, ngajar di sekolah, tempat les, kampus, terus kerja part time surveyor, atau jualan online. Ada saatnya saya merasa sedih harus kerja 'kasar' macam ini, tapi tokh ini adalah perjuangan saya dalam petualangan saya di negeri sakura ini.
Ketika memutuskan untuk berangkat ke Jepang, saya memberanikan diri keluar dari zona nyaman saya. Padahal saat itu saya sedang di posisi pekerjaan yang nyaman sebagai asisten native speaker bahasa Jepang di ITB. Tapi saya tidak menyesali keputusan saya. Karena di sini saya mendapat banyak pengalaman hidup.
Kembali lagi pada urusan kepo dan oleh-oleh, postingan http://www.kompasiana.com/tubagusencep/jangan-biasakan-minta-oleh-oleh-pada-teman-yang-bepergian_54f380be7455137c2b6c7978ini betul-betul mewakili perasaan para traveler. Kembali pada kata-kata saya di awal 'emangnya lo siapa, minta oleh-oleh. Tokh kalo lo bagian penting dari hidup gue juga ga perlu diminta udah bakal gue bawain'. Budaya minta oleh-oleh ini sepertinya memang sudah menjamur layaknya pertanyaan 'kapan kawin?'. Dan layaknya pertanyaan kapan kawin, permintaan oleh-oleh juga paling males didenger oleh traveler. Percaya deh...kalau kamu itu orang penting di hidupnya, ga diminta juga pasti udah bakal dibawain oleh-oleh.
0 komentar:
Posting Komentar